Kuliah Umum : Pengukuran, Penilaian Dan Evaluasi Pendidikan

BANDAR LAMPUNG – Hari Senin (4/11) sekitar pukul 13:30 WIB bertempat di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Lampung yang beralamat di Jalan Gatot Subroto Gg. Payakun I No. 88, Garuntang, Bandar Lampung telah diselenggarakan Kuliah Umum dengan topik Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Adapun yang membawakan materi kali ini adalah seorang dosen dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr. I Made Parsa, M.Pd. Ada sekitar 50 lebih mahasiswa dan dosen yang berkesempatan mengikuti kuliah umum yang dilaksanakan di Aula kampus ini.

Menurut Ketua Yayasan Bhuwana Ashram – yang menaungi STAH Lampung, Drs. Nengah Maharta, M.Si, kegiatan kali ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan baru baik kepada para dosen maupun mahasiswa untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kita. “Apalagi bagi kalian yang tertarik menjadi calon-calon guru atau penyuluh di masyarakat nanti. Kami berharap kegiatan kali ini akan bermanfaat untuk kita semua,” ujarnya menjelaskan. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada pemateri yang sudah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan kuliah umum di STAH Lampung.

Menurut I Made Parsa, jika seorang dokter memiliki alat ukur untuk mengetahui sebuah peristiwa dengan termometer, tensimeter, timbangan dan lain sebagainya maka seorang guru atau dosen juga memiliki alat ukur untuk mengetahui sebuah peristiwa yakni dengan tes hasil belajar, observasi, skala sikap, angket dan lain sebagainya. “Oleh karena itu, mengetahui alat ukur ini sangatlah penting, bagaimana cara menggunakan alat ukur ini, bagaimana efektivitasnya jika digunakan sebagai alat ukur,” ujarnya menjelaskan. Pria yang berasal dari Karangasem ini menjelaskan apabila kita mengacu pada konsep Bloom maka paling tidak ada tiga aspek yang akan dinilai yaitu : (1) aspek kognitif (pengetahuan), (2) aspek afektif (attitude) dan (3) aspek psikomotorik (skills).

Katakanlah jika kita hendak mengukur aspek afektif (attitude atau sikap), I Made Parsa, menjelaskan bahwa paling tidak ada 8 indikator yang harus kita ukur yaitu (1) spiritual, (2) jujur, (3) disiplin, (4) tanggungjawab, (5) toleransi, (6) gotong royong, (7) sopan santun dan (8) percaya diri. Berikutnya, ia juga menjelaskan jika kita hendak mengukur aspek kognitif (pengetahuan) maka kita dapat menggunakan alat ukur berupa tes tertulis bisa berupa pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, atau uraian. Selain itu, kita juga bisa menggunakan instrumen tes lisan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya atau kita bisa memberikan penugasan berupa pekerjaan rumah atau proyek yang dapat dikerjakan baik secara individual maupun kelompok.

Untuk mengukur aspek psikomotorik atau skills, menurut I Made Parsa, maka dapat dilakukan kegiatan bermain peran (roleplay). Di sini kita bisa observasi bagaimana para pemain peran melakukan penghayatan atas peran masing-masing, bagaimana mereka berpartisipasi dan bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. Selain itu, kita juga bisa meminta mereka untuk melakukan presentasi, membuat makalah, atau membuat proyek tertentu. Di sini kita bisa nilai bagaimana mereka mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan kegiatan mereka; bagaimana sistematika, pengetahuan, argumentasi, bahasa yang mereka gunakan dalam menulis; bagaimana kreativitas dan kedalaman presentasi mereka. “Intinya, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik semuanya dapat kita ukur, kita nilai. Dan hal ini harus di standarisasi baik pemahaman maupun penerapannya agar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2005,” ucap I Made Parsa.

Setelah pemaparan materi dilakukan oleh pemateri maka dilakukan sesi tanya jawab. Dalam pantauan kami, para peserta cukup antusias dengan topik yang dibahas kali ini. Akhirnya, sebelum kuliah umum ini ditutup maka para peserta dan pemateri melakukan sesi foto bersama. Yap, cekrek!

***…Reported and published by : I Wayan Eka Sura Atmaja (STAH Lampung)